Rahasia Pelangi Permata Ammolite Tidak Terkunci

10

Selama bertahun-tahun, ammolite—batu permata yang dihargai karena kilauan pelanginya yang mempesona—telah menyimpan misteri geologis: apa yang membuat batu ini memiliki warna-warni yang menakjubkan? Tidak seperti fosil atau cangkang laut lain yang memiliki lapisan mutiara (nacre) yang serupa, ammolit muncul dalam warna-warna cerah. Para ilmuwan akhirnya memecahkan kode tersebut, mengungkapkan susunan tepat kristal mikroskopis yang bertanggung jawab atas fenomena unik ini.

Ammolite berasal dari fosil amon—makhluk mirip cumi purba yang berkembang biak jutaan tahun lalu. Fosil-fosil ini tidak hanya cantik; mereka dikemas dengan lapisan trombosit kristal aragonit, yang membentuk nacre. Tapi apa yang membedakan ammolite? Yang penting bukanlah mineral itu sendiri, melainkan bagaimana kristal-kristal itu ditumpuk dan diatur.

Rahasianya terletak pada celah di antara lempengan aragonit tersebut. Para peneliti dari Universitas Keio di Jepang dengan cermat memeriksa spesimen ammolit menggunakan mikroskop elektron yang kuat. Mereka menemukan bahwa di dalam ammolit, celah ini selalu lebarnya hanya empat nanometer—sangat kecil! Sebaliknya, struktur nacre serupa pada cangkang abalon memiliki celah 11 nanometer, dan fosil amon yang lebih kusam dari Madagaskar telah meruntuhkan lempengan-lempengan tersebut, sehingga tidak ada ruang sama sekali di antara kristal-kristal tersebut.

Kantong udara yang sangat kecil ini memainkan peran penting dalam menghasilkan warna. Anggap saja seperti prisma kecil di dalam fosil: lapisan aragonit yang lebih tipis memantulkan panjang gelombang cahaya yang lebih pendek, sehingga menghasilkan warna biru yang kaya. Sebaliknya, lapisan yang lebih tebal memantulkan kembali panjang gelombang yang lebih panjang, sehingga menghasilkan warna merah tua. Ketika berbagai warna ini berkilauan bersama, mereka menghasilkan efek pelangi mempesona yang membuat ammolite begitu menawan.

Penemuan ini selanjutnya dikonfirmasi melalui simulasi komputer. Para peneliti menemukan bahwa celah 4 nanometer adalah lebar optimal untuk menciptakan warna yang berbeda dan cerah. Terlalu sempit atau terlalu lebar, maka hamburan cahaya akan kacau, sehingga menghasilkan tampilan yang kusam. Mereka juga mencatat bahwa ketebalan seragam di seluruh lapisan dalam satu bagian ammolit berkontribusi terhadap kecemerlangannya.

Dr Hiroaki Imai, peneliti utama proyek ini, percaya bahwa spesies amon tertentu dan kondisi fosilisasi dapat mempengaruhi perkembangan warna cerah. Timnya kini berencana menerapkan temuan mereka pada fenomena alam berwarna lainnya: opal. Permata silika ini juga menunjukkan warna struktural, dan tim berharap dapat mengungkap apakah prinsip serupa mengatur tampilannya yang mempesona.