Selera Energi AI yang Meningkat Mengancam Tujuan Net Zero

15

Industri kecerdasan buatan (AI) yang sedang berkembang pesat menghadapi tantangan penting: pusat data yang berkembang pesat dapat menggagalkan target emisi karbon nol bersih. Sebuah studi baru memperingatkan bahwa tren saat ini mengarah pada kekurangan energi besar-besaran dan kerusakan lingkungan yang signifikan pada tahun 2030, kecuali jika ada tindakan drastis yang diambil.

Para peneliti di Cornell University memodelkan potensi konsumsi energi dan penggunaan air pada server AI terkemuka hingga tahun 2030. Temuan mereka memberikan gambaran yang mengkhawatirkan. Mereka memperkirakan penerapan server AI akan memerlukan tambahan 731 juta hingga 1,125 miliar meter kubik air setiap tahunnya, sekaligus menghasilkan setara dengan 24 hingga 44 juta ton emisi karbon dioksida setiap tahunnya.

Proyeksi serius ini bergantung pada faktor-faktor seperti kecepatan adopsi AI, jumlah server berkinerja tinggi yang diproduksi, dan lokasi geografis pusat data baru di Amerika Serikat. Khususnya, beberapa perusahaan teknologi besar yang banyak berinvestasi pada AI, termasuk Google, Microsoft, dan Meta, telah secara terbuka berjanji untuk mencapai emisi nol bersih pada tahun 2030.

Lokasi, Efisiensi, dan Energi Terbarukan: Kunci Mitigasi

Studi ini mengidentifikasi tiga strategi utama untuk memitigasi potensi dampak ini:

  • Penempatan Pusat Data yang Strategis: Menempatkan pusat data di negara bagian Midwestern, dimana sumber energi terbarukan lebih umum dan sumber daya air lebih melimpah, dapat mengurangi emisi dan konsumsi air secara signifikan.

  • Dekarbonisasi Pasokan Energi: Peralihan dari bahan bakar fosil ke sumber terbarukan seperti tenaga surya dan angin sangat penting untuk meminimalkan jejak karbon komputasi AI.

  • Meningkatkan Efisiensi Pusat Data: Mengoptimalkan desain server, sistem pendingin, dan praktik manajemen energi secara keseluruhan dalam pusat data dapat mengurangi kebutuhan energi secara keseluruhan secara signifikan.

Strategi gabungan ini, menurut para peneliti, secara kolektif dapat memangkas emisi industri sebesar 73 persen dan jejak air sebesar 86 persen.

Oposisi Publik Memperumit Persamaan

Namun penerapan solusi ini menghadapi kendala besar. Meningkatnya kekhawatiran masyarakat terhadap dampak pusat data terhadap lingkungan menyebabkan penolakan lokal di wilayah seperti Virginia, Pennsylvania, Texas, Arizona, California, dan Oregon. Data Center Watch, sebuah perusahaan riset yang melacak perkembangan pusat data, melaporkan bahwa penolakan masyarakat telah menghentikan proyek senilai $64 miliar.

Meskipun penolakan ini menyoroti perlunya penerapan pusat data yang bertanggung jawab, hal ini juga menggarisbawahi tantangan sosiopolitik yang kompleks seputar kemajuan teknologi.

Seruan untuk Transparansi dan Tindakan

Temuan studi Cornell disambut dengan optimisme hati-hati oleh para ahli keberlanjutan AI. Meskipun mengakui sulitnya memprediksi kemajuan teknologi yang pesat, mereka menekankan perlunya transparansi dalam sektor AI.

Sasha Luccioni dari Hugging Face menganjurkan pengungkapan yang lebih luas mengenai kebutuhan energi dan komputasi model AI. Dia percaya bahwa informasi yang tersedia secara publik mengenai konsumsi energi, ditambah dengan komitmen yang jelas dari pengembang untuk mengurangi dampak lingkungan, merupakan langkah penting menuju pengembangan AI yang bertanggung jawab.

Perlombaan untuk memanfaatkan potensi AI tidak boleh mengorbankan planet kita. Penelitian ini menggarisbawahi pentingnya tindakan segera: mengoptimalkan lokasi dan operasional pusat data, beralih ke sumber energi terbarukan, dan mendorong transparansi yang lebih besar di seluruh siklus hidup AI. Hanya dengan cara ini industri dapat berharap untuk menyelaraskan ambisinya dengan masa depan yang berkelanjutan.